Sunday, October 14, 2012

cause all of the stars have faded away

Aku amat menyukai hari pengumuman. Perasaan berdebar saat menunggu sebuah hasil dari kerja kerasmu selama ini sungguh luar biasa. Mari mengingat apa yang sudah aku lakukan sebelum ini? Aku sering pergi ke rumah temanku untuk belajar bersama, menyisihkan uang sakuku untuk beberapa buah buku, mengikuti les, mengerjakan lebih banyak soal, memperbanyak solat sunnahku. Cukup banyak, bukan? Aku hanya tak ingin kecewa di akhirnya. Jikalau usahamu sudah begitu banyak, pasti kau akan dapat hasil terbaik, bukan? Aku sudah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Dan memang tidak ada jalan lain untuk sukses selain kerja keras, bukan?
Jantungku masih berdebar-debar seperti tadi. Masih tengah hari. Padahal pengumuman baru nanti malam. Entah harus kuhabiskan lagi waktuku untuk apa agar ia cepat berlalu. Aku ingin saat ini segera mencapai klimaksnya. Jantung berdebar luar biasa, dan akhirnya akan sampai pada titik dimana aku akhirnya tersenyum puas. Aku tak mau memikirkan kemungkinan terburuk. Karena aku yakin usaha maksimal hasilnya akan maksimal juga.
Tiba-tiba seorang teman mengirimiku pesan. Pengumuman diajukan menjadi pukul 5 sore. Aku makin berdebar dan waktu berlalu lebih cepat dari tadi. Matahari belum terlalu turun namun ternyata sudah pukul 5. Aku duduk di depan komputer menunggu ia membuka penuh halaman web yang aku tuju. Jaman digital membuat semuanya menjadi mudah. Kita hanya perlu duduk untuk mengetahui nasib kita.
Temanku mengirim pesan lagi. Ia bilang ia sudah diterima. Kabar baik yang semoga akan menular padaku. begitu halaman web terbuka penuh, kuketikkan nama dan kata sandiku. Kembali aku harus menunggu. Jantungku berdebar makin kencang. Beberapa detik kemudian aku merasa ia sudah tak berdetak lagi. Aku tak percaya akan apa yang aku lihat ini. Aku GAGAL. Aku memuat ulang halaman web itu beberapa kali namun hasilnya masih saja sama. Aku tak pernah menyangka akan semua ini. Lalu mengapa aku harus berjuang banyak seperti yang sudah kujelaskan tadi? Mengapa usahaku yang begitu besar tak berbalas sesuatu yang setimpal pula? 
Aku segera keluar rumah, di sana akhirnya aku bisa menangis, berteriak tidak terima akan takdir yang baru saja tiba ini. Entah berapa lama aku menangis. Suaraku mungkin akan serak besok paginya. Aku baru terdiam ketika matahari sudah turun penuh. Namun cahayanya masih tampak. Kemerah-merahan membakar langit barat sana. Inikah yang dilakukannya setiap sore? Aku tak pernah memperhatikan ini sebelumnya. Namun aku bisa mengambil satu pelajaran : matahari itu tenggelam, karena memang sudah saatnya. Bukan karena ia sudah tak kuat lagi berada di atas. Namun memang ada saat dimana kita harus turun. Karena memang begitulah jalan takdir kita. Akan selalu ada turunan yang tajam pula di setiap tanjakan. Dan inilah yang terjadi padaku kini. Bukan karena usahaku yang kurang mengapa aku gagal. Namun inilah saat dimana akhirnya aku turun setelah berada di atas cukup lama.
Aku masih di luar rumah hingga malam. Tidak menangis. Namun memandangi bintang-bintang yang bersinaran di atas sana. Mengingat setiap impian yang kita hembuskan padanya. Berharap ia akan terus bersinar seperti ini agar mimpi-mimpi kita tak pernah pudar. Namun mereka juga tetap akan memudar. Sekali lagi, karena begitulah takdir yang digariskan untuk kita.
Aku berusaha lapang dada sekarang, berusaha menerima ini semua. Kubisikkan perlahan-lahan pada nuraniku sendiri bahwa:
"SEMUA BINTANG AKAN MEMUDAR. JANGANLAH KHAWATIR KARENA KITA BISA MEMANDANG KEMBALI MEREKA, MENYINARKAN MIMPI-MIMPI YANG KITA HEMBUDKAN PADANYA."

No comments:

Post a Comment